Selasa, 26 Juni 2012

Timbulnya Kesenjangan Sosial Pada Masyarakat Perkotaan


Timbulnya Kesenjangan Sosial Pada Masyarakat Perkotaan


Adanya kesenjangan sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan membuat banyak orang makin amburadul,khususnya di lingkungan perkotaan. Orang-orang desa yang merantau dikotapun ikut terkena dampak dari hal ini,memang benar kalau dikatakan bahwa “ Yang kaya makin kaya,yang miskin makin miskin”. Adanya ketidak pedulian terhadap sesama ini dikarenakan adanya kesenjangna yang terlalu mencolok antara yang “kaya” dan yang “miskin”. Banyak orang kaya yang memandang rendah kepada golongan bawah,apalagi jika ia miskin dan juga kotor,jangankan menolong,sekedar melihatpun mereka enggan.
Disaat banyak anak-anak jalanan yang tak punya tempat tinggal dan tidur dijalanan, namun masih banyak orang yang berleha-leha tidur di hotel berbintang ,banyak orang diluar sana yang kelaparan dan tidak bisa memberi makan untuk anak-anaknya tapi lebih bnyak pula orang kaya sedang asyik menyantap berbagai makanan enak yang harganya selangit. Disaat banyak orang-orang miskin kedinginan karena pakaian yang tidak layak mereka pakai,namun banyak orang kaya yang berlebihan membeli pakaian bahkan tak jarang yang memesan baju dari para designer seharga 250.000 juta,dengan harga sebnyak itu seharusnya sudah dapat memberi makan orang-orang miskin yang kelaparan.
Pemerintah harusnya lebih memperhatikan masalah yang seperti ini,pembukaan UUD 45 bahkan telah memberi amanat kepada pemerintah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsa,harusnya orang-orang yang berada di pemerintahan lebih serius untuk memikirkan kepentingan bangsa yang memang sudah menjadi tanggung jawab mereka,tapi dari kasus-kasus yang sekarang ini tentang para anggota pemerintahan yang melakukan korupsi dapat menunjukan bahwa tidak sedkit dari mereka masih memikirkan kepentingannya masing-masing,uang dan biaya yang seharusnya untuk kemakmuran masyarakat dimakan oleh mereka sendiri.Kalaupun pada akhirnya mereka mendapatkan hukuman itu bukanlah “hukuman” yang sebenarnya,banyak dari mereka masih tetap hidup mewah walaupun mereka dalam kurungan penjara yang seharusny memebuat mereka jera.
Agama mengajarkan agar masing-masing dari kita memiliki kepekaan sosial. Agar mau memanfaatkan rezeki dari pendapatan,kekayaan,kepintaran dan kemampuannya untuk kepentingan bersama. Bahkan kita sebagai manusia juga diharuskan untuk saling tolong menolong kepeda sesamanaya. Namun dalam kenyataanya,semua itu hanyalah mimpi semu dan kenyataan yang tak pernah menjadi nyata…..Karena sampai sekarang disekitar kita masih banyak anak-anak terlantar,pengemis,dan kelaparan yang merajalela. Masih segudang orang miskin yang mengaharapkan bantuan dari tangan orang yang berhati dermawan,bukan hanya bantuan materil semata tapi juga keadilan,kemakmura,perlakuan baik dan segudang hak-hak mereka sebagai manusia dan warga Negara Indonesia yang pantas mereka dapatkan seperti layaknya orang lain,bukan hanya memandang sebelah mata kepada mereka.Dengan keadaan sosial masyarakat Indonesia yang makin memprihatinkan,timbul pertanyaan siapakah yang bertanggung jawab atas kegagalan dalam mensejahterkan bangsa ini?
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Agum Gumelar mengeluhkan masih tingginya kesenjangan sosial antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat Indonesia. “Ini akibat implikasi dari konstruksi sosial yang melahirkan diskriminasi perempuan,” kata dia dalam pidatonya pada acara Seminar Ikatan Alumni Institut teknologi Sepuluh Nopember Surabaya di Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta, Rabu 18 April 2012.
Ia mencontohkan hasil Gender-related Development Index (GDI) pada 2012. Indeks pembangunan gender tersebut mengukur tingkat capaian pembangunan berbasis gender dengan tiga variabel, yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Nilai rata-rata GDI di seluruh provinsi di Indonesia pada 2010 adalah 67,2. "Namun, hanya sembilan provinsi yang memiliki GDI di atas nilai rata-rata nasional," kata dia. Contoh provinsi tersebut adalah Jakarta, Yogyakarta, Sumatera Utara, dan Sulawesi Utara. Ia mengindikasikan bahwa kesenjangan capaian antara perempuan dan laki-laki pada tiga bidang pembangunan strategis tersebut masih terjadi.
Selain data GDI, Linda mencontohkan data persentase  perempuan yang duduk di legislatif pada pemilu 2009. Hasil pemilu tersebut menunjukkan hanya ada 18 persen perempuan yang duduk menjadi anggota Dewan perwakilan Rakyat. Sedangkan di Dewan Perwakilan Daerah, jumlah perempuan hanya 60 orang dari 246 anggota DPD, atau sekitar 22,7 persen. Sedangkan di yudikatif, baik pada Mahkamah Konstitusi maupun Mahkamah Agung, posisi strategis yang diisi perempuan baru 5,88 persen.Linda mengatakan data tersebut seharusnya dapat menggugah kesadaran kaum perempuan kesadaran bahwa posisi perempuan masih di bawah laki-laki. "Padahal dari segi edukasi perempuan dan laki-laki tidak berbeda jauh," kata dia. Ia menjelaskan, dari total jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas, 6,62 persen perempuan melanjutkan ke pendidikan tinggi, sedangkan laki-laki 7,12 persen.
Pada pidato yang sama, ia mengatakan masih banyak diskriminasi perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan analisanya, hal tersebut merupakan implikasi dari konstruksi sosial yang melahirkan diskriminasi perempuan. Menurutnya masih banyak masyarakat yang memiliki pola pemikiran yang menempatkan posisi perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Sayangnya, kata dia, konstruksi sosial itu telah melekat bertahun-tahun pada masyarakat dan dijadikan mempengaruhi perempuan hingga dirinya enggan mengembangkan potensinya.
Menurut saya tidak seharusnya masyarakat perkotaan mengalami kesenjangan sosial karena setiap manusia hidup di dunia ini adalah sama dan mereka mempunyai hak dan kewajibanya masing - masing .
Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar