Kamis, 22 Maret 2012


Sejarah Timbulnya Berbagai Macam Kebudayaan Daerah


 Arti Kebudayaan
·       Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (menurut Soerjanto Poespowardojo 1993). Selain itu Budaya atau kebudayaan berasal daribahasa Sansekerta yaitubuddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Adapun menurut istilah Kebudayaan merupakan suatu yang agung dan mahal, tentu saja karena ia tercipta dari hasil rasa, karya, karsa,dan cipta manusia yang kesemuanya merupakan sifat yang hanya ada pada manusia.Tak ada mahluk lain yang memiliki anugrah itu sehingga ia merupakan sesuatuyang agung dan mahal
·        
    Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.

Kebudayaan Nasional Indonesia
Budaya merupakan suatu kebiasaan yang mengandung nilai – nilai penting dan fundamental yang diwariskan dari generasi ke generasi. Warisan tersebut harus dijaga agar tidak luntur atauhilang sehingga dapat dipelajari dan dilestarikan oleh generasi berikutnya. Budaya secara umum dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
1.Budaya Daerah adalah suatu kebiasaan dalam wilayah atau daerah tertentu yang diwariskan secara turun temurun oleh generasi terdahulu pada generasi berikutnya pada ruang lingkup daerah tersebut. Budaya daerah ini muncul saat penduduk suatu daerah telah memiliki pola pikir dan kehidupan sosial yang sama sehingga itu menjadi suatu kebiasaan yang membedakan mereka dengan penduduk – penduduk yang lain. Budaya daerah sendiri mulai terlihat berkembang di Indonesia pada zaman kerajaan – kerajaan terdahulu.

2.Budaya Nasional adalah gabungan dari budaya daerah yang ada di Negara tersebut. Itu dimaksudkan budaya daerah yang mengalami asimilasi dan akulturasi dengan dareah lain di suatu Negara akan terus tumbuh dan berkembang menjadi kebiasaan-kebiasaan dari Negara tersebut. Contohnya Pancasila sebagai dasar negara, Bahasa Indonesia dan Lagu Kebangsaan yang dicetuskan dalam Sumpah Pemuda 12 Oktober 1928 yang diikuti oleh seluruh pemuda berbagai daerah di Indonesia yang membulatkan tekad untuk menyatukan Indonesia dengan menyamakan pola pikir bahwa Indonesia memang berbeda budaya tiap daerahnya tetapi tetap dalam satu kesatuan Indonesia Raya dalam semboyan “bhineka tunggal ika”.
Ada suatu pepatah bijak mengatakan :

“ Cintai budayamu layaknya engkau mencintai ibumu “
”Suatu Negara tidak akan menjadi negara yang besar jika tidak mengetahui jati diri dari budaya negara tersebut”
Jenisi-jenis Kebudayaan


Kebudayaan dapat dibagi menjadi 3 macam dilihat dari keadaan jenis-jenisnya:
· Hidup-kebatinan manusia, yaitu sesuatu yang menimbulkan tertib damainya hidup masyarakat dengan adat-istiadatnya,pemerintahan negeri, agama atau ilmu kebatinan
· Angan-angan manusia, yaitu sesuatu yang dapat menimbulkan keluhuran bahasa, kesusasteraan dan kesusilaan.
· Kepandaian manusia, yaitu sesuatu yang menimbulkan macam-macam kepandaian tentang perusahaan tanah, perniagaan, kerajinan, pelayaran, hubungan lalu-lintas, kesenian yang berjenis-jenis; semuanya bersifat indah

Kebudayaan daerah diartikan sebagai kebudayaan yang khas yang terdapat pada wilayah tersebut. Kebudayaan daerah di Indonesia di Indonesia sangatlah beragam. Menurut Koentjaraningrat kebudayaan daerah sama dengan konsep suku bangsa. Suatu kebudayaan tidak terlepas dari pola kegiatan masyarakat. Keragaman budaya daerah bergantung pada faktor geografis. Semakin besar wilayahnya, maka makin komplek perbedaan kebudayaan satu dengan yang lain. Jika kita melihat dari ujung pulau Sumatera sampai ke pulau Irian tercatat sekitar 300 suku bangsa dengan bahasa, adat-istiadat, dan agama yang berbeda.
Konsep Suku Bangsa / Kebudayaan Daerah. Tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai kota, sebagai kelompok kekerabatan, atau kelompok adat yang lain, bisa menampilkan suatu corak khas yang terutama terlihat orang luar yang bukan warga masyarakat bersangkutan. Sebaliknya, terhadap kebudayaan tetangganya, ia dapat melihat corak khasnya, terutama unsur-unsur yang berbeda menyolok dengan kebudayaannya sendiri. Pola khas tersebut berupa wujud sistem sosial dan sistem kebendaan. Pola khas dari suatu kebudayaan bisa tampil karena kebudayaan itu menghasilkan suatu unsur yang kecil berupa berupa suatu unsur kebudayaan fisik dengan bentuk yang khusus yang tidak terdapat pada kebudayaan lain.


Kesimpulan
Menurut saya sejarah munculnya kebudayaan daerah di Indonesia dikarenakan adanya ke kreatifan nenek moyang kita di tanah air ini, pada zaman dahulu kala mereka telah menciptakan berbagai macam budaya yang sampai saat ini masih di lakukan . Sudah seharusnya kita sebagai  bangsa Indonesia yang kaya akan Suku dan Budaya harusnya turut melestarikannya agar tidak di ambil oleh Negara tetangga.

Kebudayaan Daerah Merupakan Sumber Kebudayaan Nasional


Kebudayaan Daerah Merupakan Sumber Kebudayaan Nasional


     Proklamasi kemerdekaan hingga saat sekarang ini telah banyak
pengalaman yang diperoleh bangsa kita tentang kehidupan berbangsa
dan bernegara. Dalam negara Republik Indonesia, pedoman acuan bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara itu adalah nilai-nilai dan norma-
norma yang termaktub dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
sebagai sumber dan disain bagi terbentuknya kebudayaan nasional.

Namun kita juga telah melihat bahwa, khususnya dalam lima tahun
terakhir, telah terjadi krisis pemerintahan dan tuntutan reformasi
(tanpa platform yang jelas) yang menimbulkan berbagai
ketidakmenentuan dan kekacauan. Acuan kehidupan bernegara
(governance) dan kerukunan sosial (social harmony) menjadi
berantakan dan menumbuhkan ketidakpatuhan sosial (social
disobedience). Dari sinilah berawal tindakan-tindakan anarkis,
pelanggaran-pelanggaran moral dan etika, tentu pula tak terkecuali
pelanggaran hukum dan meningkatnya kriminalitas. Di kala hal ini
berkepanjangan dan tidak jelas kapan saatnya krisis ini akan
berakhir, para pengamat hanya bisa mengatakan bahwa bangsa kita
adalah ?bangsa yang sedang sakit, suatu kesimpulan yang tidak pula
menawarkan solusi.

Timbul pertanyaan: mengapa bangsa kita dicemooh oleh bangsa lain
Mengapa pula ada sejumlah orang Indonesia yang tanpa canggung dan
tanpa merasa risi dengan mudah berkata, Saya malu menjadi orang
Indonesia dan bukannya secara heroik menantang dan mengatakan,Saya
siap untuk mengangkat Indonesia dari keterpurukan ini? Mengapa pula
wakil-wakil rakyat dan para pemimpin malahan saling tuding sehingga
menjadi bahan olok-olok orang banyak. Mengapa pula banyak orang,
termasuk kaum intelektual, kemudian menganggap Pancasila harus
disingkirkan sebagai dasar negara? Kaum intelektual yang sama di
masa lalu adalah penatar gigih, bahkan manggala dalam pelaksanaan
Penataran P-4. Pancasila adalah asas bersama bagi bangsa ini (bukan
asas tunggal). Di samping itu, makin banyak orang yang kecewa berat
terhadap, bahkan menolak, perubahan UUD 1945 (lebih dari sekedar
amandemen) sehingga perannya sebagai pedoman dan acuan kehidupan
berbangsa dan bernegara dapat diibaratkan sebagai menjadi lumpuh.

Perjalanan panjang hampir enam dasawarsa kemerdekaan Indonesia telah
memberikan banyak pengalaman kepada warganegara tentang kehidupan
berbangsa dan bernegara. Nation and character building sebagai cita-
cita membentuk kebudayaan nasional belum dilandasi oleh suatu
strategi budaya yang nyata (padahal ini merupakan konsekuensi dari
dicetuskannya Proklamasi Kemerdekaan sebagai de hoogste politieke
beslissing dan diterimanya Pancasila sebagai dasar negara dan UUD
1945 sebagai hukum dasar negara

Proses Pembentukan Kebudayaan Nasional Indonesia: Identitas Nasional
dan Kesadaran Nasional

Di masa lalu, kebudayaan nasional digambarkan sebagai puncak-puncak
kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Namun selanjutnya,
kebudayaan nasional Indonesia perlu diisi oleh nilai-nilai dan norma-
norma nasional sebagai pedoman bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara di antara seluruh rakyat Indonesia. Termasuk di dalamnya
adalah nilai-nilai yang menjaga kedaulatan negara dan integritas
teritorial yang menyiratkan kecintaan dan kebanggaan terhadap tanah
air, serta kelestariannya, nilai-nilai tentang kebersamaan, saling
menghormati, saling mencintai dan saling menolong antar sesama
warganegara, untuk bersama-sama menjaga kedaulatan dan martabat
bangsa.

Pembentukan identitas dan karakter bangsa sebagai sarana bagi
pembentukan pola pikir (mindset) dan sikap mental, memajukan adab
dan kemampuan bangsa, merupakan tugas utama dari pembangunan
kebudayaan nasional. Singkatnya, kebudayaan nasional adalah sarana
bagi kita untuk memberikan jawaban atas pertanyaan:. Siapa kita (apa
identitas kita) Akan kita jadikan seperti apa bangsa kita? Watak
bangsa semacam apa yang kita inginkan? Bagaimana kita harus mengukir
wujud masa depan bangsa dan tanah air kita??

Jawaban terhadap sederet pertanyaan di atas telah dilakukan dalam
berbagai wacana mengenai pembangunan kebudayaan nasional dan
pengembangan kebudayaan nasional. Namun strategi kebudayaan nasional
untuk menjawab wacana tersebut di atas belum banyak dikemukakan dan
dirancang selama lebih dari setengah abad usia negara ini, termasuk
dalam kongres-kongres kebudayaan yang lalu.
Gagasan tentang kebudayaan nasional Indonesia yang menyangkut
kesadaran dan identitas sebagai satu bangsa sudah dirancang saat
bangsa kita belum merdeka. Hampir dua dekade sesudah Boedi Oetomo,
Perhimpunan Indonesia telah menanamkan kesadaran tentang identitas
Indonesia dalam Manifesto Politiknya (1925), yang dikemukakan dalam
tiga hakekat, yaitu: (1) kedaulatan rakyat, (2) kemandirian dan (3)
persatuan Indonesia. Gagasan ini kemudian segera direspons dengan
semangat tinggi oleh Sumpah Pemuda pada tahun 1928.

Makalah ini akan membatasi diri pada dua hal pokok yang menurut
hemat penulis? perlu menjadi titik-tolak utama dalam membentuk
kebudayaan nasional, yaitu: (1) identitas nasional dan (2) kesadaran
nasional. Dalam kaitan ini, Bhineka Tunggal Ika adalah suatu
manifesto kultural (pernyataan das Sollen) dan sekaligus merupakan?
suatu titik-tolak strategi budaya untuk bersatu sebagai satu bangsa.

Di masa awal Indonesia merdeka, identitas nasional ditandai oleh
bentuk fisik dan kebijakan umum bagi seluruh rakyat Indonesia (di
antaranya adalah penghormatan terhadap Sang Saka Merah-Putih, lagu
kebangsaan Indonesia Raya, Bahasa Nasional, pembentukan TKR yang
kemudian menjadi TNI, PNS, sistem pendidikan nasional, sistem hukum
nasional, sistem perekonomian nasional, sistem pemerintahan dan
sistem birokrasi nasional.). Di pihak lain, kesadaran nasional
dipupuk dengan menanamkan gagasan nasionalisme dan patriotisme.

Kesadaran nasional selanjutnya menjadi dasar dari keyakinan akan
perlunya memelihara dan mengembangkan harga diri bangsa, harkat dan
martabat bangsa sebagai perjuangan mencapai peradaban, sebagai upaya
melepaskan bangsa dari subordinasi (ketergantungan, ketertundukan,
keterhinaan) terhadap bangsa asing atau kekuatan asing.
Secara internal manusia dan masyarakat memiliki intuisi dan aspirasi
untuk mencapai kemajuan. Secara internal, pengaruh dari luar selalu
mendorong masyarakat, yang dinilai statis sekali pun, untuk bereaksi
terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungannya. Rangsangan besar
dari lingkungan pada saat ini datang dari media masa, melalui
pemberitaan maupun pembentukan opini. Pengaruh internal dan
khususnya eksternal ini merupakan faktor strategis bagi terbentuknya
suatu kebudayaan nasional. Sistem dan media komunikasi menjadi
sarana strategis yang dapat diberi peran strategis pula untuk
memupuk identitas nasional dan kesadaran nasional.

Bangsa Indonesia: Pluralistik dan Multikultural

Kita tidak dapat pula mengingkari sifat pluralistik bangsa kita
sehingga perlu pula memberi tempat bagi berkembangnya kebudayaan
sukubangsa dan kebudayaan agama yang dianut oleh warganegara
Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan sukubangsa dan
kebudayaan agama, bersama-sama dengan pedoman kehidupan berbangsa
dan bernegara, mewarnai perilaku dan kegiatan kita. Berbagai
kebudayaan itu berseiringan, saling melengkapi dan saling mengisi,
tidak berdiri sendiri-sendiri, bahkan mampu untuk saling
menyesuaikan (fleksibel) dalam percaturan hidup sehari-hari.

Dalam konteks itu pula maka ratusan suku-sukubangsa yang terdapat di
Indonesia perlu dilihat sebagai aset negara berkat pemahaman akan
lingkungan alamnya, tradisinya, serta potensi-potensi budaya yang
dimilikinya, yang keseluruhannya perlu dapat didayagunakan bagi
pembangunan nasional. Di pihak lain, setiap sukubangsa juga memiliki
hambatan budayanya masing-masing, yang berbeda antara sukubangsa
yang satu dengan yang lainnya. Maka menjadi tugas negaralah untuk
memahami, selanjutnya mengatasi hambatan-hambatan budaya masing-
masing sukubangsa, dan secara aktif memberi dorongan dan peluang
bagi munculnya potensi-potensi budaya baru sebagai kekuatan bangsa.

Banyak wacana mengenai bangsa Indonesia mengacu kepada ciri
pluralistik bangsa kita, serta mengenai pentingnya pemahaman tentang
masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang multikultural. Intinya
adalah menekankan pada pentingnya memberikan kesempatan bagi
berkembangnya masyarakat multikultural itu, yang masing-masing harus
diakui haknya untuk mengembangkan dirinya melalui kebudayaan mereka
di tanah asal leluhur mereka. Hal ini juga berarti bahwa masyarakat
multikultural harus? memperoleh kesempatan yang baik untuk menjaga
dan mengembangkan kearifan budaya lokal mereka ke arah kualitas dan
pendayagunaan yang lebih baik di masa depan .

Kesimpulan 
Menurut saya kebudayaan dari berbagai wilayah di Indonesia tidak hanya sebagai sumber kebudayaan Nasional saja, akan tetapi juga sebagai sesuatu yang bisa membuat Indonesia berkembang lebih baik dan tidakdi pandang sebelah mata oleh negara lain .

Sumber Referensi : 
Anderson, Benedict. (1983). Imagined Communities: Reflection on
the Origin and Spread of Nationalism, Wonder: Verso.

Danusiri, Aryo & Wasmi Alhaziri, ed. (2002). Pendidikan Memang
Multikultural: Beberapa Gagasan. Jakarta: SET.

Forum Rektor Indonesia Simpul Jawa Timur (2003). Hidup Berbangsa dan
Etika Multikultural. Surabaya: Penerbit Forum Rektor Simpul Jawa
Timur Universitas Surabaya.


Selasa, 06 Maret 2012

Budaya Daerah Sebagai Alat Mempersatu Bangsa

Kebudayaan adalah buah akal budi manusia dalam hidup bermasyarakat. Kebudayaan dapat berupa berbagai bentuk, misalnya kesenian,pengetahuan, adat-istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan moral yang dimiliki oleh masyarakat. Kebudayaan daerah dimiliki oleh masyarakat suatu daerah dengan ciri khas yang hanya dimiliki oleh daerah tersebut. Selain itu, kebudayaan nasional juga diambil dari sejumlah unsur yang merupakan puncak-puncak kebudayaan daerah yang kemudian diangkat menjadi kebudayaan nasional. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beraneka ragam, maka kebudayaan nasional secara tidak langsung berfungsi sebagai berikut:

1. Mempersatukan berbagai suku bangsa,
2. Sebagai identitas nasional dan
3. Sebagai sarana pergaulan antarsuku bangsa Indonesia.
 Negara kita memiliki banyak objek pariwisata yang sangat potensial. Objek-objek tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Potensi yang kita miliki ini merupakan modal utama bagi pembangunan dalam bidang pariwisata.
Di dalam uraian berikut akan di kemukakan jenis objek pariwisata, faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat pariwisata.
A. Objek pariwisata
Objek wisata adalah tempat-tempat yang di kunjungi oleh para wisatawan domestik ataupun wisatawan luar negeri. Objek wisata di Indonesia dapat digolongkan menjadi 3 yaitu :
1. Objek wisata alam , misalnya pantai, sungai, lembah, tebing, gua, kawah, gunung, danau, air terjun, karang, ikan laut, kebun/taman laut, suaka flora dan fauna.
2. Objek wisata budaya, misalnya  peninggalan sejarah seperti benteng-benteng kuno, keraton, candi, makam, tempat pembuatan barang-barang seni, kesenian daerah (tarian drama daerah) upacara adat, upacara keagamaan dan taman budaya.
3. Objek wisata buatan, misalnya taman, waduk, kolam, kawasan industri, kebun binatang dan lain-lain.
a. Faktor pendukung
B. Faktor-faktor alam dan budaya yang mendukung pembangunan pariwisata di Indonesia adalah sebagain berikut :
1. Wilayah Indonesia terdiri atas 17.508 buah pulau, dengan bentuk permukaan dan pantai yang beraneka ragam. Keindahan alam flora dan fauna dapat menjadi daya tarik pariwisata. Disamping itu, Indonesia mempunyai banyak suku dengan tradisi, bahasa, dan adat-istiadat yang berbeda-beda. Hal ini menjadi daya tarik para wisatawan.
2. Letak Indonesia yang strategis, antara dua benua dan dua samudra besar, merupakan pendukung banyaknya wisatawan yang datang ke Indonesia.
Semuanya itu merupakan potensi yang sangat besar untuk mendukung pembangunan dan pengembangan pariwisata di Indonesia.
Selain itu, dua faktor tersebut pembangunan pariwisata didukung oleh adanya faktor-faktor berikut ini :
1. Jalur lalu lintas baik dan lancar
2. Travel dan biro-biro pariwisata
3.  Pemandu wisata yang baik
4.  Daerah aman dan jauh dari bencana alam
5.  Hotel dan penginapan memadai
6.  Barang-barang souvenir beraneka macam dan khas.
C. Faktor-faktor penghambat pariwisata di Indonesia
Sampai tahun 1994 Indonesia paling sedikit dikunjungi wisatawan mancanegara dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Singapura, Thailand, Malaysia, dan Filipina dapat menarik wisatawan antara 5,1 juta sampai 6,2 juta per tahun. Indonesia baru berhasil menarik sekitar 3,5 juta wisman selama Pelita V.
Faktor-faktor yang menghambat perkembangan di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pariwisata relatif kurang, misalnya tentang sapta pesona pariwisata dan tanggapan terhadap para wisatawan.
2. Prasarana penunjang, seperti jaringan transportasi, jaringan telekomunikasi, listrik, dan air bersih disejumlah daerah tujuan wisata terbatas.
3. Pengambilan karang laut dan penangkapan ikan dengan cara yang salah menyebabkan rusaknya objek wisata bahari.
4. Masih banyak tenaga kepariwisataan bukan lulusan sekolah atau pendidikan kepariwisataan, termasuk pemandu wisatanya.
5. Tingkat profesionalisme pengelola pariwisata masih rendah.
Setiap daerah di wilayah Indonesia memiliki objek wisata alam, budaya maupun buatan. Berikut ini saya akan kemukakan salah satu kebudayaan yang berasal dari Jawa Tengah yaitu wayang yang ada di Indonesia.
 Wayang salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.
Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.
Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan In donesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk mem­perkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.
Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.
Bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa.
Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indonesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga India. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi In dia, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 - 1160).
Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata "mawa yang" dan `aringgit' yang maksudnya adalah pertunjukan wayang.
Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehis toric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indone sia halaman 987. Kata `wayang' diduga berasal dari kata `wewa yangan', yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), dan kemanak. Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah cerita cerita Panji; yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Songo. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.
Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit.
Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.
Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam budaya bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa.
Dan di wilayah Kulonprogo sendiri wayang masih sangatlah diminati oleh semua kalangan. Bukan hanya oleh orang tua saja, tapi juga anak remaja bahkan anak kecil juga telah biasa melihat pertunjukan wayang. Disamping itu wayang juga biasa di gunakan dalam acara-acara tertentu di daerah kulonprogo ini, baik di wilayah kota Wates ataupun di daerah pelosok di Kulonprogo.
Hal yang harus dilakukan dalam menghadapi ini adalah menumbuhkan kesadaran, bahwa kebudayaan daerah dapat sangat efektif untuk bekal memasuki global village (desa global) maupun global culture (budaya global). Selain itu, kita juga harus menjaga dan melestarikan kebudayaan supaya tidak di klaim oleh negara lain, karena dengan adanya ragam budayadi Indonesia bisa mempersatu bangsa dari sabang sampai merauke.
Sumber :
Alfian. Persepsi Masyarakat tentang kebudayaan, Jakarta: PT Gramedia, 1985.
http://budayawayangkulit.blogspot.com/2009/01/wayang-kulit-wayang-salah-satu-puncak.html.