Kamis, 22 Maret 2012

Kebudayaan Daerah Merupakan Sumber Kebudayaan Nasional


Kebudayaan Daerah Merupakan Sumber Kebudayaan Nasional


     Proklamasi kemerdekaan hingga saat sekarang ini telah banyak
pengalaman yang diperoleh bangsa kita tentang kehidupan berbangsa
dan bernegara. Dalam negara Republik Indonesia, pedoman acuan bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara itu adalah nilai-nilai dan norma-
norma yang termaktub dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
sebagai sumber dan disain bagi terbentuknya kebudayaan nasional.

Namun kita juga telah melihat bahwa, khususnya dalam lima tahun
terakhir, telah terjadi krisis pemerintahan dan tuntutan reformasi
(tanpa platform yang jelas) yang menimbulkan berbagai
ketidakmenentuan dan kekacauan. Acuan kehidupan bernegara
(governance) dan kerukunan sosial (social harmony) menjadi
berantakan dan menumbuhkan ketidakpatuhan sosial (social
disobedience). Dari sinilah berawal tindakan-tindakan anarkis,
pelanggaran-pelanggaran moral dan etika, tentu pula tak terkecuali
pelanggaran hukum dan meningkatnya kriminalitas. Di kala hal ini
berkepanjangan dan tidak jelas kapan saatnya krisis ini akan
berakhir, para pengamat hanya bisa mengatakan bahwa bangsa kita
adalah ?bangsa yang sedang sakit, suatu kesimpulan yang tidak pula
menawarkan solusi.

Timbul pertanyaan: mengapa bangsa kita dicemooh oleh bangsa lain
Mengapa pula ada sejumlah orang Indonesia yang tanpa canggung dan
tanpa merasa risi dengan mudah berkata, Saya malu menjadi orang
Indonesia dan bukannya secara heroik menantang dan mengatakan,Saya
siap untuk mengangkat Indonesia dari keterpurukan ini? Mengapa pula
wakil-wakil rakyat dan para pemimpin malahan saling tuding sehingga
menjadi bahan olok-olok orang banyak. Mengapa pula banyak orang,
termasuk kaum intelektual, kemudian menganggap Pancasila harus
disingkirkan sebagai dasar negara? Kaum intelektual yang sama di
masa lalu adalah penatar gigih, bahkan manggala dalam pelaksanaan
Penataran P-4. Pancasila adalah asas bersama bagi bangsa ini (bukan
asas tunggal). Di samping itu, makin banyak orang yang kecewa berat
terhadap, bahkan menolak, perubahan UUD 1945 (lebih dari sekedar
amandemen) sehingga perannya sebagai pedoman dan acuan kehidupan
berbangsa dan bernegara dapat diibaratkan sebagai menjadi lumpuh.

Perjalanan panjang hampir enam dasawarsa kemerdekaan Indonesia telah
memberikan banyak pengalaman kepada warganegara tentang kehidupan
berbangsa dan bernegara. Nation and character building sebagai cita-
cita membentuk kebudayaan nasional belum dilandasi oleh suatu
strategi budaya yang nyata (padahal ini merupakan konsekuensi dari
dicetuskannya Proklamasi Kemerdekaan sebagai de hoogste politieke
beslissing dan diterimanya Pancasila sebagai dasar negara dan UUD
1945 sebagai hukum dasar negara

Proses Pembentukan Kebudayaan Nasional Indonesia: Identitas Nasional
dan Kesadaran Nasional

Di masa lalu, kebudayaan nasional digambarkan sebagai puncak-puncak
kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia. Namun selanjutnya,
kebudayaan nasional Indonesia perlu diisi oleh nilai-nilai dan norma-
norma nasional sebagai pedoman bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara di antara seluruh rakyat Indonesia. Termasuk di dalamnya
adalah nilai-nilai yang menjaga kedaulatan negara dan integritas
teritorial yang menyiratkan kecintaan dan kebanggaan terhadap tanah
air, serta kelestariannya, nilai-nilai tentang kebersamaan, saling
menghormati, saling mencintai dan saling menolong antar sesama
warganegara, untuk bersama-sama menjaga kedaulatan dan martabat
bangsa.

Pembentukan identitas dan karakter bangsa sebagai sarana bagi
pembentukan pola pikir (mindset) dan sikap mental, memajukan adab
dan kemampuan bangsa, merupakan tugas utama dari pembangunan
kebudayaan nasional. Singkatnya, kebudayaan nasional adalah sarana
bagi kita untuk memberikan jawaban atas pertanyaan:. Siapa kita (apa
identitas kita) Akan kita jadikan seperti apa bangsa kita? Watak
bangsa semacam apa yang kita inginkan? Bagaimana kita harus mengukir
wujud masa depan bangsa dan tanah air kita??

Jawaban terhadap sederet pertanyaan di atas telah dilakukan dalam
berbagai wacana mengenai pembangunan kebudayaan nasional dan
pengembangan kebudayaan nasional. Namun strategi kebudayaan nasional
untuk menjawab wacana tersebut di atas belum banyak dikemukakan dan
dirancang selama lebih dari setengah abad usia negara ini, termasuk
dalam kongres-kongres kebudayaan yang lalu.
Gagasan tentang kebudayaan nasional Indonesia yang menyangkut
kesadaran dan identitas sebagai satu bangsa sudah dirancang saat
bangsa kita belum merdeka. Hampir dua dekade sesudah Boedi Oetomo,
Perhimpunan Indonesia telah menanamkan kesadaran tentang identitas
Indonesia dalam Manifesto Politiknya (1925), yang dikemukakan dalam
tiga hakekat, yaitu: (1) kedaulatan rakyat, (2) kemandirian dan (3)
persatuan Indonesia. Gagasan ini kemudian segera direspons dengan
semangat tinggi oleh Sumpah Pemuda pada tahun 1928.

Makalah ini akan membatasi diri pada dua hal pokok yang menurut
hemat penulis? perlu menjadi titik-tolak utama dalam membentuk
kebudayaan nasional, yaitu: (1) identitas nasional dan (2) kesadaran
nasional. Dalam kaitan ini, Bhineka Tunggal Ika adalah suatu
manifesto kultural (pernyataan das Sollen) dan sekaligus merupakan?
suatu titik-tolak strategi budaya untuk bersatu sebagai satu bangsa.

Di masa awal Indonesia merdeka, identitas nasional ditandai oleh
bentuk fisik dan kebijakan umum bagi seluruh rakyat Indonesia (di
antaranya adalah penghormatan terhadap Sang Saka Merah-Putih, lagu
kebangsaan Indonesia Raya, Bahasa Nasional, pembentukan TKR yang
kemudian menjadi TNI, PNS, sistem pendidikan nasional, sistem hukum
nasional, sistem perekonomian nasional, sistem pemerintahan dan
sistem birokrasi nasional.). Di pihak lain, kesadaran nasional
dipupuk dengan menanamkan gagasan nasionalisme dan patriotisme.

Kesadaran nasional selanjutnya menjadi dasar dari keyakinan akan
perlunya memelihara dan mengembangkan harga diri bangsa, harkat dan
martabat bangsa sebagai perjuangan mencapai peradaban, sebagai upaya
melepaskan bangsa dari subordinasi (ketergantungan, ketertundukan,
keterhinaan) terhadap bangsa asing atau kekuatan asing.
Secara internal manusia dan masyarakat memiliki intuisi dan aspirasi
untuk mencapai kemajuan. Secara internal, pengaruh dari luar selalu
mendorong masyarakat, yang dinilai statis sekali pun, untuk bereaksi
terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungannya. Rangsangan besar
dari lingkungan pada saat ini datang dari media masa, melalui
pemberitaan maupun pembentukan opini. Pengaruh internal dan
khususnya eksternal ini merupakan faktor strategis bagi terbentuknya
suatu kebudayaan nasional. Sistem dan media komunikasi menjadi
sarana strategis yang dapat diberi peran strategis pula untuk
memupuk identitas nasional dan kesadaran nasional.

Bangsa Indonesia: Pluralistik dan Multikultural

Kita tidak dapat pula mengingkari sifat pluralistik bangsa kita
sehingga perlu pula memberi tempat bagi berkembangnya kebudayaan
sukubangsa dan kebudayaan agama yang dianut oleh warganegara
Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan sukubangsa dan
kebudayaan agama, bersama-sama dengan pedoman kehidupan berbangsa
dan bernegara, mewarnai perilaku dan kegiatan kita. Berbagai
kebudayaan itu berseiringan, saling melengkapi dan saling mengisi,
tidak berdiri sendiri-sendiri, bahkan mampu untuk saling
menyesuaikan (fleksibel) dalam percaturan hidup sehari-hari.

Dalam konteks itu pula maka ratusan suku-sukubangsa yang terdapat di
Indonesia perlu dilihat sebagai aset negara berkat pemahaman akan
lingkungan alamnya, tradisinya, serta potensi-potensi budaya yang
dimilikinya, yang keseluruhannya perlu dapat didayagunakan bagi
pembangunan nasional. Di pihak lain, setiap sukubangsa juga memiliki
hambatan budayanya masing-masing, yang berbeda antara sukubangsa
yang satu dengan yang lainnya. Maka menjadi tugas negaralah untuk
memahami, selanjutnya mengatasi hambatan-hambatan budaya masing-
masing sukubangsa, dan secara aktif memberi dorongan dan peluang
bagi munculnya potensi-potensi budaya baru sebagai kekuatan bangsa.

Banyak wacana mengenai bangsa Indonesia mengacu kepada ciri
pluralistik bangsa kita, serta mengenai pentingnya pemahaman tentang
masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang multikultural. Intinya
adalah menekankan pada pentingnya memberikan kesempatan bagi
berkembangnya masyarakat multikultural itu, yang masing-masing harus
diakui haknya untuk mengembangkan dirinya melalui kebudayaan mereka
di tanah asal leluhur mereka. Hal ini juga berarti bahwa masyarakat
multikultural harus? memperoleh kesempatan yang baik untuk menjaga
dan mengembangkan kearifan budaya lokal mereka ke arah kualitas dan
pendayagunaan yang lebih baik di masa depan .

Kesimpulan 
Menurut saya kebudayaan dari berbagai wilayah di Indonesia tidak hanya sebagai sumber kebudayaan Nasional saja, akan tetapi juga sebagai sesuatu yang bisa membuat Indonesia berkembang lebih baik dan tidakdi pandang sebelah mata oleh negara lain .

Sumber Referensi : 
Anderson, Benedict. (1983). Imagined Communities: Reflection on
the Origin and Spread of Nationalism, Wonder: Verso.

Danusiri, Aryo & Wasmi Alhaziri, ed. (2002). Pendidikan Memang
Multikultural: Beberapa Gagasan. Jakarta: SET.

Forum Rektor Indonesia Simpul Jawa Timur (2003). Hidup Berbangsa dan
Etika Multikultural. Surabaya: Penerbit Forum Rektor Simpul Jawa
Timur Universitas Surabaya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar